krosor

Dancing Cat

Rabu, 17 Januari 2018

BAB 4 HUBUNGAN INTERNASIONAL




BAB 4 HUBUNGAN INTERNASIONAL


A.    HUBUNGAN INTERNASIONAL
Secara kodrati, manusia adalah makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai individu manusia adalah makhluk monodualis yang terdiri atas jiwa dan raga. Ciri khas adanya manusia adalah eksistensi artinya keluar dari dirinya sendiri, tebuka terhadap dunia luar, yaitu mampu mengolahnya secara kreatif dalam memenuhi kebutuhannya.
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan manusia lainnya sehingga terjalin kerja sama, saling membantu, saling mendukung, memajukan dan mengembangkan untuk kepentingan bersama. Aristoteles menggambarkan manusia sebagai zoon politican, yakni makhluk yang selalu berkeinginan untuk hidup berkelompok dengan sesamanya.
Sebagai makluk ciptaan Tuhan, manusia dikaruniai akan budi untuk dapat mengenal, menerima, menghayati, dan mengamalkan ajaran Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Manusia sebagai makluk sosial memerlukan dan membentuk berbagai persekutuan hidup untuk menjaga kelangsungannya. Sudah menjadi sifat alamiah bahwa hidup berkelompoknya manusia hanya akan berlangsung dalam suasana saling menghormati, saling bergantung dan saling bekerja sama. Hal ini tercantum


dalam alinea I Mukadimah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam ini merupakan kristalisasi semangat atau tekad bangsa-bangsa di dunia untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai kodrati pemberian Tuhan. Oleh sebab itu, hubungan antara bangsa yang satu dan yang lain wajib saling menghormati, bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa. Hubungan antarbangsa disebut juga dengan hubungan internasional.
Isi piagam PBB dapat diambil maknanya sebagai berikut.
1)       Bangsa-bangsa diharapkan hidup berdampingan secara damai
2)       Bangsa yang satu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada bangsa yang
lainnya.
3)       Bangsa-bangsa tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain
4)       Bangsa-bangsa wajib menghormati kedaulatan negara lainnya
5)       Bangsa-bangsa diharapkan dapat saling menghormati dan berkerja sama atas
dasar persamaan dan kekeluargaan.

1.    Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan kegiatan interaksi manusia antarbangsa baik secara individual maupun secara kelompok. Secara sederhana para ahli hukum mengartikan hubungan internasional sebagai hubungan antarbangsa.
Wujud hubungan internasional dapat berupa hubungan individual, antara kelompok, antarnegara. Adapun sifat hubungan antarbangsa dapat berupa persahabatan, ataupun permusuhan, persengketaan, dan peperangan.



2.    Pola Hubungan Antarbangsa

a.       Pola Penjajahan
Pola hubungan ini timbul sebagai akibat dari perkembangan kapitalisme. Sistem kapitalisme membutuhkan bahan mentah untuk industri dalam negerinya, sedangkan bahan mentah ada di luar negeri. Oleh sebab itu, timbul keinginan untuk menguasai wilayah bangsa lain guna mengambil kekayaan bangsa lain. Penguasaan wilayah dalam rangka kekayaan bangsa lain merupakan inti dari kolonialisme dalam sejarah hubungan antarbangsa.

b.       Pola Hubungan Ketergantungan
Pola hubungan ini terjadi di antara negara-negara yang belum berkembang dengan negara maju. Demi menyejahterakan rakyatnya, negara-negara dunia ketiga melakukan pembangunan ekonomi, mengembangkan industri dan bersaing dengan negara maju di pasar global. Akan tetapi, karena tidak memiliki modal dan teknologi untuk melakukan semua itu secara mandiri, timbullah keter- gantungan pada modal dan teknologi negara-negara maju.


c.        Pola Hubungan Sama Derajat Antarbangsa
Dalam pola ini, hubungan antarbangsa dilakukan dalam rangka kerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Sila kedua Pancasila menggariskan bahwa hubungan antarbangsa/antarnegara harus bertolak pada kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang merdeka dan sama derajatnya. Oleh sebab itu, hubungan antarbangsa haruslah diwarnai oleh penghormatan atas kodrat manusia sebagai makhluk yang sederajat tanpa memandang ideologi, bentuk negara, dan sistem pemerintahan negara lain tersebut. Melalui prinsip itu, nasionalisme bangsa Indonesia tidak jatuh ke paham chauvinisme dan kosmopolitisme. Chauvinisme adalah paham yang mengagung- agungkan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Kosmopolitisme adalah pandangan yang melihat kosmos (seluruh dunia) sebagai polis (negeri) sendiri sehingga cenderung melupakan nasionalisme yang sehat dan mengabaikan warisan serta tugas terhadap bangsanya sendiri.
Politik luar negeri Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi adalah bebas dan aktif.
Bebas mengandung arti sebagai berikut.
a.       Bangsa Indonesia bebas bergaul dengan bangsa mana pun juga tanpa
membeda-bedakan ideologi, bentuk negara, maupun sistem pemerintahan
bangsa lain.
b.       Dalam pergaulan itu bangsa Indonesia tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara lain, begitu juga sebaliknya negara lain tidak boleh mencampuri urusan
dalam negeri bangsa Indonesia.
c.        Dalam pergaulan itu terjadi upaya saling memberi dan menerima bantuan,
tetapi bantuan itu tidak boleh mengikat, tidak boleh mengabaikan atau bahkan
menghilangkan kedaulatan negara itu masing-masing.
Aktif mengandung arti sebagai berikut.
a.       Bangsa Indonesia aktif bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia
dalam mengupayakan terwujudnya perdamaian abadi berdasarkan keadilan
dan kemanusiaan.
b.       Bangsa Indonesia aktif membela bangsa lain yang terancam keberadaan dan
kedaulatan negaranya. Campur tangan bangsa Indonesia terhadap masalah
dalam negeri negara lain masih dimungkinkan dalam hal-hal khusus, yakni
dalam hal negara yang bersangkutan terancam keberadaannya oleh pihak lain
atau terancam oleh tindakan yang bertentangan dengan prinsip kemerdekaan
dan kesamaderajatan manusia.
Dalam menjalankan politik luar negeri bebas aktif, bangsa Indonesia menjalin pergaulan/kerja sama internasional yang dipimpin oleh presiden/kepala negara. Dalam pelaksanaan kerja sama dan hubungan internasional, presiden sebagai kepala negara selain dibantu oleh departemen luar negeri yang dipimpin oleh menteri luar negeri, juga dibantu oleh para duta dan konsul yang diangkat oleh presiden dan oleh duta dan konsul negara lain yang diterimanya.
Pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta negara lain diatur dalam pasal 13 UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

(        1)    Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)    Dalam hal mengangkat duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
        (3)    Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.

3.    Arti Penting Hubungan dan Kerja Sama Internasional
Hubungan internasional pada dasarnya merupakan keinginan antarbangsa untuk bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Tuntutan untuk saling memenuhi kebutuhan itulah yang menyebabkan manusia saling mengadakan hubungan dan kerja sama. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hubungan dan kerja sama timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan, antara lain, oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia. Jadi, ada saling ketergantungan dan membutuhkan antarbangsa.
Hal ini mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus antarbangsa, yang menumbuhkan kesadaran untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut.
Arti penting hubungan dan kerja sama internasional itu, antara lain
a.       menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, kelangsungan keberadaan
dan kehadirannya di tengah bangsa-bangsa lain;
b.       membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarbangsa;
c.        berpartisipasi dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
d.       membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat dari
pelanggaran atas hak-hak kemerdekaan yang dimiliki;
e.        mencegah dan menyelesaikan konflik, perselisihan, permusuhan atau
persengketaan yang mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya
kepentingan nasional yang berbeda di antara bangsa dan negara di dunia;
f.         memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil
dengan bangsa lain;
g.       mengembangkan  cara  penyelesaian  masalah  secara  damai  melalui
perundingan dan diplomasi yang lazim ditempuh oleh negara-negara beradab,
cinta damai, dan berpegang kepada nilai-nilai etik dalam pergaulan antar
bangsa.
Negara yang tidak mau melakukan hubungan internasional biasanya menjadikan negara tersebut terkucil dari pergaulan internasional dan semakin lama akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

4.    Sarana Hubungan Internasional
Menurut J. Frangkel, sarana-sarana yang dapat digunakan oleh negara-negara dalam hubungan internasional adalah sebagai berikkut.

a.       Diplomasi
Diplomasi diperlukan sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam hubungan antarbangsa. Kata diplomasi menunjuk pada seluruh kegiatan  untuk  melaksanakan  politik  luar  negeri  suatu  negara  dalam hubungannya dengan bangsa dan negara lain.
Menurut Sumarsono Mestoko, diplomasi mencakup kegiatan sebagai berikut.
1)       menentukan tujuan dengan menggunakan semua daya dan tenaga untuk
mencapai tujuan tersebut,
2)       menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan
bangsa atau negara lain,
3)       menyesuaikan kepentingan dari bangsa lain dengan kepentingan nasional
sesuai dengan daya dan tenaga yang ada padanya,
4)       menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya.
Ada dua instrumen diplomasi, yakni
1)       departemen luar negeri, yang berkedudukan di ibu kota negara pengirim,
2)       perwakilan diplomatik yang ditetapkan dan berkedudukan di ibu kota negara
penerima.
Departemen luar negeri adalah sentral dari politik luar negeri. Di departemen luar negeri diolah bahan dari semua sumber untuk merumuskan langkah-langkah penting dalam hubungan antarbangsa. Perwakilan diplomatik merupakan ”pancaindra dan penyambung lidah” dari negara yang diwakilinya.
Diplomat memiliki tiga fungsi dasar dalam mewakilii negara dan bangsanya, yakni sebagai berikut.
1)       Sebagai lambang
Diplomat merupakan lambang dari prestise nasional di luar negeri. Di dalam
upacara-upacara resmi seperti resepsi dan undangan makan kenegaraan atau
upacara kebesaran lainnya, seorang diplomat mewakili kepala negara
pengirim.

2)       Sebagai wakil yuridis yang sah menurut hukum dan hubungan internasional Seorang diplomat bertindak sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintah. Diplomat dapat membuat dan menandatangani perjanjian yang mengikat secara hukum, mengumumkan pernyataan, dan memiliki wewenang untuk merotasifikasi dokumen atau mengumumkan dokumen yang telah disahkan oleh negara pengirim.
3)       Sebagai perwakilan diplomatik
Diplomat meneruskan semua keinginan negara pengirim sesuai dengan
kebijakan yang telah dirumuskan. Diplomat juga harus melaporkan semua
keadaan mengenai politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer ke negara
pengirim. Menurut Suwardi Wiriatmadja tugas pokok para diplomat, antara
lain
a)       melaksanakan politik/kebijakan dari negaranya sendiri;
b)       melindungi kepentingan negara dan warga negaranya;
c)        memberikan informasi, bahan, bahan keterangan, laporan kepada
pemerintahnya tentang perkembangan-perkembangan penting di dunia
ini.
Tugas diplomat dibagi dalam empat fase pokok dari diplomasi, yaitu sebagai berikut.
(1)    Perwakilan
Diplomat adalah wakil resmi negaranya di negara lain. Diplomat merupakan
agen/pejabat komunikasi antara departemen luar negerinya dan departemen
luar negeri dari negara tempat ia berada.
(2)    Perundingan
Diplomat merupakan orang yang melakukan perundingan dalam rangka
merencanakan pelbagai macam persetujuan bilateral dan multilateral yang
dituangkan melalui perjanjian-perjanjian yang bersifat politik, ekonomi, dan
sosial.
(3)    Laporan
Laporan yang dikirimkan oleh para diplomat dari perwakilan di luar negeri
merupakan bahan untuk menyusun dan menetapkan politik luar negeri.
(4)    Perlindungan kepentingan bangsa, negara, dan warga negaranya di luar negeri.
Seorang diplomat berusaha untuk membela dan memajukan kepentingan
negaranya sendiri

b.       Propaganda
Propaganda merupakan usaha sistematis yang digunakan untuk memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum. Propaganda berbeda dengan diplomasi dalam dua hal, yakni sebagai berikut.
1.       Propaganda lebih ditujukan pada rakyat negara lain daripada kepada pemerintahannya;





2.       Propaganda dilakukan untuk keuntungan diri sendiri, tidak ada usaha untuk mencari kompromi antara kepentingan-kepentingan negara yang bersaing, tujuannya benar-benar untuk keuntungan negara yang melakukan propaganda itu.


juga dengan teknik yang berlawanan dengan itu. Teknik ini harus menarik karena masyarakat pada umumnya akan memberikan respon terhadap slogan yang berisi kata-kata berharga, seperti perdamaian, toleransi, keadilan, dan hak-hak asasi manusia. Pengaruh propaganda akan bertambah besar melalui penghapusan atau penghalangan sumber-sumber informasi yang saling bersaing.

c.        Ekonomi
Sarana ekonomi digunakan secara luas dalam hubungan internasional baik dalam masa damai maupun masa perang. Pada tingkat tertentu semua negara harus terlibat dalam perdagangan internasional untuk memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi sendiri, sebaliknya mereka juga menjual barang ke negara lain sehingga mampu membayar apa yang diimpornya dengan keuntungan dari hasil penjualan tersebut.

d.       Kekuatan Militer
Peralatan militer yang memadai dapat menambah keyakinan dan stabilitas untuk berdiplomasi. Diplomasi tanpa dukungan kekuatan militer yang kuat membuat suatu negara tak memiliki rasa percaya diri. Mereka tak mampu menghindari tekanan-tekanan dan ancaman-ancaman yang dilancarkan lawan yang dapat mengganggu kepentingan nasionalnya.
Meskipun peralatan kemiliteran dapat digunakan, negara-negara lebih memilih kebijakan yang bersifat preventif (pencegahan) dalam hubungan internasional demonstrasi peralatan militer, termasuk senjata nuklir, hanya untuk memperingatkan lawan atau membuat lawan berpikir ulang jika berniat menyerang. Strategi pencegahan merupakan prioritas dalam menciptakan stabilitas dan ketertiban internasional. Perang merupakan cara terakhir yang ditempuh jika semua sarana diplomasi damai gagal dalam memecahkan masalah.

B.       PERJANJIAN ITERNASIONAL

1.       Pengertian Perjanjian Internasional
Usaha saling menghormati, berhubungan, bekerja sama, dan hidup berdampingan secara damai antarbangsa tersebut dapat diwujudkan melalui perjanjian internasional. Para ahli memberi definisi yang beragam mengenai perjanjian internasional.
a.       G. Schwarzenberger (1967)
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek-subjek hukum
internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam
hukum internasional, dapat berbentuk bilateral ataupun multilateral.
b.       Oppenheim (1996)
Perjanjian internasional merupakan suatu persetujuan antarnegara, yang
menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak.
c.        Mochtar Kusumaatmadja (1982)
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu.
Adapun pengertian perjanjian internasional berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut.
a.       Konvensi Wina 1969.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau
lebih yang bertujuan mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
b.       Konvensi Wina 1986.
Perjanjian internasional adalah persetujuan internasional yang diatur menurut
hukum internasional dan ditandatangani dalam bentuk tertulis antara satu
negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional.
c.        UU No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri.
Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun
yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh
pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi
internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan
hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum
publik.
d.       UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu
yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan hal sebagai berikut.
a.       Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan kesepakatan atau persetujuan.

b.       Subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi internasional.
c.        Objek perjanjian internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional.
d.       Perjanjian internasional dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis
e.        Hukum yang mengatur perjanjian internasional adalah hukum internasional
bukan hukum nasional
Dalam kehidupan masyarakat internasional, perjanjian internasional mem- punyai fungsi yang tidak dapat diabaikan. Perjanjian internasional merupakan sarana pengembang kerja sama internasional secara damai. Beberapa sengketa internasional dapat diselesaikan dengan sarana perjanjian internasional.
Dalam praktik hubungan antarnegara, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut perjanjian internasional, antara lain treaty, konvensi, protokol, dan deklarasi. Istilah itu masing-masing digunakan sesuai dengan petugas yang melaksanakan serta isi dari perjanjian internasional yang bersangkutan. Misalnya, traty digunakan untuk menyebut persetujuan resmi yang multilateral atau persetujuan yang diterima oleh organ dari suatu organisasi internasional, protokol digunakan untuk menyebut persetujuan yang isinya melengkapi suatu konvensi, deklarasi seringkali digunakan dalam pengertian yang sama dengan treaty.
Pada hakikatnya hukum internasional tidak menuntut bentuk tertentu dari perjanjian internasional. Bagi hukum internasional isi dan substansi perjanjian internasional lebih penting daripada bentuknya.


2.       Macam-Macam Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, yakni sebagai berikut.
a.       Jumlah peserta, yaitu jumlah negara yang ikut serta dan mengikatkan diri pada perjanjian itu, dibedakan atas dua hal berikut.
1)       Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak. Perjanjian bilateral bersifat tertutup artinya tidak ada kemungkinan pihak atau negara lain untuk ikut serta dalam perjanjian, misalnya perjanjian antara Republik Indonesia dan Filipina tentang pemberantasan penyeludupan dan bajak laut, perjanjian antara RI dan Republik Rakyat Cina pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan.
2)       Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak negara untuk mengatur kepentingan bersama negara-negara peserta perjanjian tersebut, misalnya konvensi Genewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang, konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik.



b.       Strukturnya dibedakan atas dua hal berikut.
1)       Treaty contract adalah perjanjian yang hanya menimbulkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.
Misalnya adalah perjanjian ekstradisi Indonesia–Malaysia tahun 1974.
Akibat-akibat yang timbul dari perjanjian ini hanya mengikat Indonesia
dan Malaysia.
2)       Law making treaty adalah perjanjian yang mengandung kaidah hukum yang
dapat berlaku bagi semua bangsa di dunia. Misalnya adalah konvensi
hukum laut tahun 1958.
c.        Cara berlakunya dibedakan atas dua hal berikut.
1)       Self-executing, adalah perjanjian internasional yang langsung dapat berlaku
sesudah diratifikasi oleh negara peserta.
2)       Non self executing adalah suatu perjanjian internasional yang dapat berlaku
setelah dilakukan perubahan undang-undang di negara peserta.
d.       Instrumennya dibedakan atas dua hal berikut.
1)       Perjanjian internasional tertulis adalah perjanjian internasional yang
dituangkan dalam instrumen-instrumen pembentuk perjanjian tertulis dan
formal. Instrumen-instrumen tertulis itu, antara lain treaty, convention,
agreement, arrangement, charter, covenant, statute, constitution, protocol, dan
declaration.
2)       Perjanjian internasional lisan, adalah perjanjian internasional yang
diekspresikan melalui instrumen-instrumen tidak tertulis. Jenis-jenis
perjanjian internasional tidak tertulis, antara lain adalah sebagai berikut.
a)       Perjanjian internasional tak tertulis adalah perjanjian internasional
yang dilakukan secara lisan. Artinya, yang diperjanjikan adalah hal-
hal yang disepakati secara lisan. Biasanya hal-hal tersebut bukanlahhal yang rumit, melainkan materi umum atau hal yang bersifat teknis. Pengaturannya pun bersifat sederhana dan pada umumnya dibentuk secara bilateral. Perjanjian internasional lisan disebut juga gentlemen agreements.
b)       Deklamasi unilateral atau deklarasi sepihak, merupakan pernyataan suatu negara yang disampaikan oleh wakil negara yang bersangkutan dan  ditujukan kepada negara lain. Deklarasi unilateral dapat menimbulkan perjanjian apabila pernyataan itu mengandung maksud untuk berjanji.
c)       Persetujuan diam-diam, disebut juga persetujuan tersimpul. Perjanjian internasional ini dibuat secara tidak tegas. Artinya, keberadaan perjanjian itu dapat diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif, dari suatu negara atau subjek hukum internasional lainnya.
3)       Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional
Ada variasi pendapat di antara para ahli tentang tahap-tahap pembuatan
perjanjian internasional, antara lain adalah sebagai berikut.
a)       Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa dikenal dua cara
pembentukan perjanjian internasional, yaitu sebagai berikut.
(1)     Perjanjian internasional dibentuk melalui tiga tahap, yaitu
perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.
(2)     Perjanjian internasional dibentuk melalui dua tahap, yaitu
perundingan dan penandatanganan.
Cara pertama biasanya diadakan   untuk hal-hal penting yang
memerlukan persetujuan DPR, sedangkan cara kedua dipakai untuk
perjanjian yang tidak begitu penting dan membutuhkan penyelesaian
yang cepat.
b)       Pierre Froymond menyatakan bahwa terdapat dua prosedur
pembuatan perjanjian internasional, yaitu sebagai berikut
(1)     Prosedur normal (klasik) adalah prosedur yang mewajibkan
adanya persetujuan parlemen, dengan melalui tahap perundingan,
penandatanganan, persetujuan parlemen, dan ratifikasi.
(2)     Prosedur yang disederhanakan adalah prosedur yang tidak
memerlukan persetujuan parlemen dan ratifikasi. Prosedur ini
timbul karena pengaturan hubungan  internasional memerlukan
penyelesaian yang lebih cepat.
Dalam pasal 11 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa presiden dengan persetujuan DPR memuat perjanjian dengan negara lain. Jika suatu perjanjian menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau menghapuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, perjanjian tersebut harus dilakukan dengan persetujuan DPR.
Dalam pasal 4 UU No.24 tahun 2000 disebutkan bahwa pembuatan perjanjian internasional  antara pemerintah RI dan negara lain dan organisasi internasional





dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan itikad baik. Dalam pembuatan perjanjian internasional, pemerintah RI berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip saling menguntungkan, persamaan kedudukan, dan memperhatikan baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
Tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian internasional menurut UU No.24 tahun 2000 adalah sebagai berikut.
1)    Penjajakan
Penjajakan merupakan tahap awal dalam pembuatan perjanjian internasional
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berunding mengenai kemungkinan
dibuatnya suatu perjanjian internasional.
2)    Perundingan
Pada tahap ini dilakukan pembahasan isi perjanjian dan masalah-masalah
teknis yang disepakati dalam perjanjian internasional. Dalam perjanjian
bilateral perundingan dilakukan oleh kedua negara, sedangkan dalam
perjanjian multilateral perundingan dilakukan melalui konferensi khusus atau
dalam sidang organisasi internasional. Penunjukan wakil suatu negara dalam
suatu perundingan merupakan wewenang dari negara yang bersangkutan.
Agar tidak terjadi pengatasnamaan negara secara tidak sah, hukum
internasional membuat ketentuan tentang surat kuasa penuh yang harus
dimiliki oleh orang-orang yang mewakili suatu negara   dalam suatu
perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional. Berdasar hukum
internasional tersebut seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara
dengan sah dan dapat mengesahkan naskah suatu perjanjian internasional
atas nama negara itu dan/atau dapat mengesahkan suatu naskah suatu
perjanjian internasional atas nama negara itu dan/atau dapat mengikatkan
negara itu pada perjanjian internasional apabila ia dapat menunjukkan surat
kuasa penuh, kecuali semua peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat
kuasa penuh tidak diperlukan. Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh
tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan dan menteri luar
negeri. Hal itu dimungkinkan karena jabatannya dianggap sudah mewakili
negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk
mengikatkan negaranya pada suatu perjanjian internasional yang diadakan.
Kepala perwakilan diplomatik dan wakil suatu negara yang ditunjuk untuk
mewakili suatu negara pada konferensi internasional adalah pejabat yang tidak
perlu memerhatikan  surat kuasa penuh.
3)    Perumusan Naskah Perjanjian
Pada tahap ini rancangan suatu perjanjian internasional dirumuskan.
4)    Penerimaan Naskah Perjanjian
Peneriaman naskah perjanjian merupakan tindakan untuk menyetujui garis-
garis besar isi perjanjian. Penerimaan perjanjian akan menghasilkan kerangka
perjanjian, sebelum isi perjanjian dikemukakan secara terperinci. Pada tahap
ini telah ada  keterikatan  pada peserta perundingan untuk tidak mengubah
lagi kerangka perjanjian yang sudah ditetapkan.




5)    Penandatanganan
Penandatanganan merupakan tahap untuk melegalisasi suatu naskah
perjanjian internasional yang sudah disepakati. Penandatanganan perjanjian
belum berarti bahwa perjanjian tersebut telah mengikat para pihak. Perjanjian
itu dapat mengikat   negera peserta apabila telah dilakukan pengesahan
terhadap perjanjian tersebut.
6)    Pengesahan Naskah Perjanjian
Pengesahan naskah perjanjian merupakan perbuatan   hukum untuk
mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi,
aksesi, penerimaan, dan persetujuan. Ratifikasi adalah pengesahan suatu
perjanjian internasional oleh negara yang menandatangani perjanjian itu
berdasarkan konstitusi negara yang bersangkutan. Meskipun delegasi dari
negara yang bersangkutan telah menandatangani perjanjian, negara yang
diwakilinya tidak secara otomatis terikat pada perjanjian itu. Negara baru
terikat pada perjanjian itu apabila naskah perjanjian itu diratifikasi. Dasar
adanya pembenaran ratifikasi antara lain adalah bahwa negara berhak untuk
meninjau kembali hasil perundingan perutusannya sebelum menerima
kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang bersangkutan
dan bahwa negara perlu mengadakan penyesuaian hukum nasionalnya
dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan. Hukum internasional tidak
diwajibkan pada negara yang perutusannya telah menandatangani hasil
perundingan, menurut hukum ataupun moral, untuk meratifikasi perjanjian
tersebut. Tidak adanya kewajiban tersebut karena negara adalah suatu pihak
yang berdaulat.
Aksesi, adalah pernyataan bahwa negara yang akan mengesahkan suatu
perjanjian tidak turut menandatangani naskah perjanjian tersebut.
Penerimaan dan persetujuan, adalah pernyataan menerima atau menyetujui
dari negara-negara peserta terhadap perjanjian internasional.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia dilakukan
dengan undang-undang keputusan presiden. Pengesahan melalui undang-
undang dilakukan apabila suatu perjanjian internasional berkenaan dengan
a)       masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara,
b)       perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah  negara RI,
c)        kedaulatan negara,
d)       hak asasi manusia dan lingkungan hidup,
e)        pembentukan kaidah hukum baru, dan
f)         pinjaman atau hibah luar negeri.
Setiap warga negara yang berdaulat memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional, tetapi dalam negara federal, negara bagian tidak mempunyai wewenang mengadakan perjanjian internasional, kecuali diberi wewenang oleh konstitusi negara federal.
Pada umumnya pola isi struktur perjanjian internasional adalah sebagai berikut.






a)       judul
b)       preambul (pembukaan)
c)       klausul formal
d)      pembuktian formal
e)       tanda tangan delegasi
Dalam judul suatu perjanjian internasional dimuat nama convention, treaty, materi pokoknya (misalnya hubungan diplomatik dan konsuler dan biasa pula disebut nama tempat dilangsungkannya penandatanganan).
Preambul adalah bagian pokok yang memuat antara lain nama para pihak, tujuan dibuatnya perjanjian dasar atau alasan para pihak mengadakan perjanjian, nama dan identitas utusan yang berkuasa penuh.
Klausul substatif merupakan materi pokok perjanjian yang terdiri atas pasal- pasal yang merupakan bagian terpenting karena merupakan hukum positif bagi perjanjian internasional.
Klausul formal, bersifat teknis dan mengatur tanggal perjanjian, mulai berlakunya perjanjian, jangka waktu berlakunya perjanjian, ketentuan berakhirnya, perjanjian, bahasa yang dipakai, penyelesaian sengketa dan revisi perjanjian.
Pembuktian formal merupakan bagian pembenaran penandatanganan. Suatu traktat dapat berakhir karena hal-hal berikut.
(1)    Tindakan peserta yang disebabkan oleh
(a)    kesepakatan para pihak untuk mengakhiri traktat
(b)    pengunduran diri salah satu pihak sesuai dengan ketentuan dalam
klausul.
(2)    Hukum yang disebabkan oleh
(a)     salah satu pihak dalam traktat mengalami perang
(b)    pada saat traktat berlaku terdapat perubahan yang berpengaruh pada
isi traktat
(c)     traktat yang diadakan pada jangka waktu tertentu dapat berakhir
dengan  waktu yang ditentukan dalam perjanjian itu.
Ketentuan perjanjian internasional yang baru dapat bertentangan dengan ketentuan perjanjian internasional yang lama. Jika timbul permasalahan, ketentuan hukum internasional yang manakah yang harus diberlakukan? Penyelesaian permasalahan tersebut pada prinsipnya tunduk pada prinsip bahwa ketentuan hukum yang ditetapkan belakangan lebih diutamakan daripada ketentuan hukum yang ditetapkan dahulu, kecuali ketentuan hukum yang ditetapkan dahulu melarang ditetapkannya ketentuan yang ditetapkan belakangan.





A.     Perwakilan Negara di Luar Negeri


Kepala negara  dan menteri luar negeri mempunyai kewenangan bertindak atas nama negara untuk melakukan hubungan internasional. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak mungkin keduanya melaksanakan sendiri kewenangan tersebut. Untuk melakukan hubungan internasional mereka membentuk perwakilan. Seluruh kegiatan dalam hubungan antarbangsa pada hakikatnya merupakan diplomasi, yakni usaha memelihara hubungan antarnegara. Kegiatan diplomasi dilakukan oleh para diplomat, yakni orang-orang yang menjadi wakil resmi suatu negara dalam hubungan dengan negara lain.
Para diplomat bertanggung jawab untuk mencapai tujuan diplomasi, antara lain adalah sebagai berikut:
1.    melindungi para warganya sendiri di luar negeri,
2.    merepresentasikan bangsa dan negara sendiri di luar negeri,
3.    menyimpulkan dan menyampaikan informasi yang berguna,
4.    membina, menjaga, dan menyelenggarakan hubungan yang lancar dengan
negara lain,
5.    menjaga agar kepentingan negera sendiri tidak dirugikan dalam percaturan
politik internasional.
Alat perlengkapan negara yang diberi wewenang untuk melakukan hubungan internasional, antara lain adalah sebagai berikut.


1.    Departemen Luar Negeri
Departemen luar negeri merupakan departemen yang bertanggung jawab atas hubungan suatu negara dengan negara lain dan organisasi internasional.


Departemen luar negeri memiliki fungsi eksekutif, yakni mengimplementasikan politik luar negeri dan mengelola hubungan internasional. Pada kebanyakan negara, menteri luar negeri disebut dengan Minister of Foreign Affairs.

2.    Perwakilan Diplomatik
Sebelum abad ke-17 perwakilan diplomatik bersifat temporer, tetapi sejak abad 17 perwakilan diplomatik bersifat permanen. Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik merupakan perjanjian internasional yang mengatur hubungan diplomatik antarnegara. Bagi hal-hal yang tidak diatur oleh konvensi itu, tetap berlaku hukum internasional kebiasaan. Korps diplomatik yang ada di suatu negara dipimpin oleh kepala misi diplomatik, yang terbagi dalam tiga golongan, yakni sebagai berikut.
a.       Duta besar (ambasador, pronuntius), memimpin kedutaan besar, yang ditempatkan di negara yang dinilai penting atau mempunyai hubungan yang erat dengan yang menempatkan duta besar di negara pengirim. Duta besar memiliki kuasa penuh dan luar biasa sehingga ia dapat berhubungan dengan kepala negara tempat ia ditugaskan.
b.       Duta, memimpin kedutaan di negara yang derajat keeratan hubungan antara negara pengirim dan negara yang saling mengirimkan duta besar sama seperti duta besar. Seorang duta juga dapat berhubungan dengan kepala negara tempat ia ditugaskan.
c.        Kuasa usaha, dikirimkan oleh negara pengirim kepada menteri luar negeri negara penerima melalui menteri luar negeri.
Setiap kedutaan dilengkapi dengan tenaga-tenaga ahli yang disebut atase, yaitu atase perekonomian, atase militer, dan sebagainya. Di samping itu, masih ada staf administrasi, staf teknik, dan staf pelayanan. Perwakilan diplomatik berkedudukan di ibu kota negara penerima atau di kota lain yang disediakan oleh negara penerima.
Prosedur penunjukan dan penerimaan perwakilan diplomatik antara lain sebagai berikut.
a.       Menteri luar negeri menunjuk seseorang yang memenuhi persyaratan sebagai duta atau duta besar untuk diajukan kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan.
b.       Apabila presiden menyetujui, kemudian putusan disampaikan kembali kepada menteri luar negeri.
c.        Menteri luar negeri memberitahukan kepada negara yang akan menerima untuk mendapatkan persetujuan dari negara penerima.
d.       Negara penerima memberikan persetujuan atau tidak berdasarkan pada riwayat hidup calon dan pertimbangan lainnya yang dipandang perlu.
e.        Setelah mendapatkan persetujuan, calon kemudian dilantik oleh presiden dan diberi surat kepercayaan.
f.         Surat kepercayaan diserahkan kepada kepala negara penerima.
g.       Penerima negara tersebut adalah perwakilan diplomatik.




Duta besar dan duta diakreditasi oleh kepala negara, sedangkan kuasa usaha diakreditasi oleh menteri luar negeri. Untuk melancarkan tugasnya, negara penerima memberikan hak-hak istimewa, kekebalan, dan imunitasi. Begitu pula, perwakilan asing harus menghormati  hukum nasional negara penerima.
Adapun tugas-tugas pokok perwakilan diplomatik antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
b.       Berunding dengan  negara penerima.
c.        Mengetahui menurut cara-cara yang sah keadaan-keadaan dan perkembangan
di dalam negara penerima, dan melaporkannya kepada pemerintah negara
pengirim.
d.       Memajukan hubungan persahabatan di antara negara pengirim dan penerima,
membangun hubungan-hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmiah.
Untuk melaksanakan tugas pokoknya itu, perwakilan diplomatik mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
a.       Perwakilan diplomat mewakili negara RI secara keseluruhan di negara penerima atau organisasi.
b.       Perwakilan diplomat melindungi kepentingan nasional negara dan warga negara RI di negara penerima.
c.        Perwakilan diplomat melaksanakan usaha peningkatan hubungan persa- habatan dan melaksanakan perundingan antara negara RI dengan organisasi internasional serta mengembangkan hubungan di bidang ekonomi, kebu- dayaan dan ilmu pengetahuan.
d.       Perwakilan diplomat melaksanakan pengamatan, penilaian, dan penalaran.
e.        Perwakilan diplomat menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan ter-
hadap warga negara RI yang berada di wilayah kerjanya.
f.         Perwakilan diplomat menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan,
konsuler, komunikasi, dan persandian.
g.       Perwakilan diplomat melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, ke-
uangan, perlengkapan, dan urusan rumah tangga perwakilan diplomat.
Perwakilan diplomatik di luar negeri merupakan orang asing di negara tersebut. Menurut hukum internasional sebagai orang asing ia harus tunduk pada yurisdiksi negara itu. Namun, sebagai perwakilan diplomatik ia mendapatkan hak-hak istimewa. Hak istimewa itu antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Kekebalan terhadap yurisdiksi sipil dan kriminal negara penerima.
b.       Kebebasan terhadap semua pajak dan bea.
c.        tidak dapat diganggugugatnya pribadi, bangunan arsip dan dokumen
perutusan.
d.       Kebebasan bergerak dan bepergian serta komunikasi.
Akhir perutusan  diplomatik dapat terjadi karena hal-hal berikut.
a.       Inisiatif negara pengirim.
b.       Inisiatif negara penerima.
c.        Telah diselesainya tujuan perutusan diplomatik


3.    Perwakilan Konsuler
Konsul merupakan petugas di wilayah negara lain, tetapi bukan petugas perwakilan diplomatik. Konsul tidak melakukan hubungan resmi antarnegara. Konsul bertugas melindungi kepentingan komersial negara yang menunjukkan- nya. Fungsi perwakilan konsuler secara terperinci diatur dalam pasal 5 konvensi Wina mengenai hubungan konsuler dan optimal protokol tahun 1963, antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Melindungi di dalam negara penerima, kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negaranya, individu-individu, dan badan-badan hukum, di dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.
b.       Memajukan pembangunan hubungan dagang, ekonomi, kebudayaan, dan ilmiah antarkedua negara.
c.        Bertindak sebagai notaris, dan panitera sipil dan di dalam kapasitas dari macam yang sama, serta melakukan fungsi-fungsi tertentu yang bersifat administratif, dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan dari negara penerima.
d.       Mengeluarkan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga negara-negara pengirim dan visa atau dokumen-dokumen yang pantas untuk orang yang ingin pergi ke negara pengirim.
Perwakilan konsuler bukan merupakan pelaksana politik negara pengirim. Ia tidak memiliki fungsi politik. Komunikasi konsul dengan negara penerima tidak langsung, melainkan melalui perwakilan diplomatik tidak secara otomatis memutuskan hubungan konsuler.
Prosedur pengangkatan konsul antara lain sebagai berikut.
1.       Pemerintah negara pengirim menunjuk seseorang untuk diangkat menjadi
konsul.
2.       Penunjukan itu diberitahukan kepada negara penerima dan disertai
permintaan untuk mengeluarkan eksekutor. Hal tersebut dilakukan dengan
mengirimkan komisi konsuler melalui saluran diplomatik.
3.       Apabila negara penerima menyetujui penunjukan tersebut, negara penerima
akan mengeluarkan eksekutor konsuler sebagai permulaan tugas konsul.
Apabila kemudian tindakan konsul tidak memuaskan bagi negara penerima,
negara penerima dapat memberitahukan kepada negara pengirim bahwa
konsul yang bersangkutan tidak bisa diterima lagi. Negara pengirim harus
memanggil konsul tersebut pulang. Jika tidak memanggil pulang, negara
peneriman akan mencabut eksekutor konsulernya atau tidak mengakuinya
lagi sebagai konsul.
Hak istimewa yang dimiliki konsul, antara lain
a.        bebas dari biaya pengadilan,
b.        bebas mengadakan komunikasi dengan warga negaranya di negara
penerima,
c.        kekebalan bagi surat dan arsip resmi konsul,
d.       perlindungan keselamatan diri konsul, dan
e.        apabila terdapat tuntutan tindak pidana ditunda sampai eksekuator konsulernya dicabut, atau sudah ditunjuk penggantinya.
Kantor-kantor konsulat tempat bekerjanya korps perwakilan, antara lain adalah
a.        kantor konsulat jenderal (consulate general),
b.        kantor konsulat,
c.        kantor wakil konsulat, dan
d.       kantor perwakilan konsuler.
Golongan kepala kantor konsuler itu adalah sebagai berikut.
a.        Konsul Jenderal, mengepalai kantor konsulat jenderal yang dapat
membawahkan beberapa konsuler.
b.        Konsul, mengepalai kantor konsulat yang membawahkan satu daerah
kekonsulan; seorang konsul diperbantukan kepada konsul jenderal.
c.        Konsul Muda, mengepalai kantor wakil konsulat yang ada dalam satu
daerah   kekonsulatan; sedangkan konsul muda dapat diperbantukan
kepada konsul jenderal atau konsul.
d.       Agen Konsul, diangkat oleh konsul jenderal atau konsul dan ditugaskan
menangani beberapa hal tertentu yang berhubungan dengan kekonsulan,
biasanya ditempatkan di kota-kota yang termasuk kekonsulan,
e.        Pada umumnya pejabat konsuler tidak berhak melakukan tugas
diplomatik di negara tempat ia bertugas. Pejabat konsuler hanya dapat
melakukan  tugas  diplomatik  apabila  negaranya  tidak  memiliki
perwakilan  diplomatik dan juga tidak diwakili oleh perwakilan diplo-
matik   negara ketiga   di negara penerima. Namun, untuk melakukan
perbuatan diplo-matik tersebut diperlukan persetujuan negara penerima
terlebih dahulu.
Berakhirnya tugas konsuler  dapat terjadi karena
a.        tugas pejabat konsuler  tersebut telah selesai,
b.        negara penerima tidak lagi menganggap pejabat konsuler sebagai anggota
kantor konsulat,
c.        negara penerima menarik kembali  eksekuator yang telah diberikannya.


4.    Misi Khusus
Misi khusus merupakan misi sementara yang mewakili negaranya untuk dikirim ke negara lain atas persetujuan dan bertujuan untuk membicarakan masalah khusus guna melaksanakan tugas khusus yang sifatnya tidak permanen. Pengiriman misi khusus mendapat persetujuan negara penerima. Pengiriman ini melalui saluran diplomatik atau saluran lain yang disetujui bersama antara negara pengirim dan negara penerima. Pengiriman misi khusus tidak bergantung pada ada atau belum adanya hubungan diplomatik ataupun konsuler. Atas dasar persetujuan bersama, pertemuan misi khusus dapat dilakukan di negara ketiga. Negara penerima hanya menyelenggarakan keperluan untuk pelaksanaan misi khusus tersebut.

Hak-hak yang dimiliki oleh misi khusus, antara lain adalah sebagai berikut.
a.       Arsip dan dokumen misi khusus kapan pun dan di mana pun adalah kebal,
b.       Misi khusus memperoleh kebebasan bergerak dan berkomunikasi,
c.        Gedung misi khusus memperoleh  pengecualian terhadap pajak,
d.       Anggota komisi khusus mendapat kekebalan personal dan mendapatkan
pengecualian terhadap yurisdiksi kriminal, sipil, dan administrasi,
e.        Anggota komisi khusus dikecualikan dan semua pungutan, pajak dan bea
cukai berkewajiban untuk menghormati hukum   dan peraturan negara
penerima tidak mencampuri urusan domestik negara penerima dan tidak
melakukan aktivitas profesi dan dagang.

5.    Perwakilan pada Organisasi Internasional
Perwakilan ini dibedakan atas perwakilan tetap (bagi negara anggota) dan perwakilan peninjauan tetap (bagi bukan para anggota). Pemberian fasilitas, tempat akomodasi dan hak istimewa kekebalan , serta imunitas yang dimiliki perwakilan organisasi internasional sama dengan yang diberikan kepada misi khusus. Kepala perwakilan atau anggota perwakilan ini tidak boleh melakukan aktivitas profesional ataupun komersial di negara tuan rumah.


6.    Perwakilan Nondiplomatik
Dalam hubungan internasional negara juga menugaskan petugas dan perwakilan negara yang tidak berkedudukan sebagai perutusan diplomatik dan perwakilan konsuler, misalnya komisionaris perdagangan. Pengaturan perwakilan ini belum diatur secara umum dalam perjanjian internasional. Kedudukan dan hak-hak istimewa perwakilan ini ditetapkan dalam perjanjian bilateral negara- negara yang bersangkutan.


7.    Hak Imunitet/Kekebalan bagi Korps Diplomatik dan Konsuler
Kekebalan diplomatik atau hak imunitet bagi korps perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler dijamin dengan hukum internasional yang pada intinya meliputi hal-hal berikut.
a.       Hak Eksterioritas, adalah hak kekebalan dalam daerah perwakilan, misalnya daerah kedutaan besar atau daerah kedutaan, termasuk halaman dan bangunan-bangunannya yang terdapat bendera dan lambang negara itu. Menurut hukum internasional daerah tersebut dipandang sebagai daerah negara pengirim sehingga orang-orang yang masuk tanpa izin dapat dikeluarkan. Gedung perwakilan negara asing tidak dapat dimasuki atau digeledah oleh polisi dan petugas kehakiman tanpa izin kepala perwakilan diplomatik yang bersangkutan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pelaku kejahatan yang memang harus diserahkan kepada polisi setempat.
b.       Hak Kebebasan/Kekebalan
Setiap anggota korps perwakilan diplomatik meskipun harus tunduk kepada
hukum setempat, tidak dapat dituntut di muka pengadilan. Mereka juga


dibebaskan   dari pajak dan bea cukai, pemeriksaan atas tas diplomatik, mendirikan tempat ibadah  di dalam lingkungan kedutaan.
Secara terperinci, hak kekebalan korps perwakilan konsuler dapat dipelajari dalam konvensi Wina tentang hubungan diplomatik dan protokol tahun 1961, dan hak-hak kekebalan korps perwakilan konsuler dapat dipelajari dalam konvensi Wina tentang hubungan konsuler dan protokol opsional tahun 1963.