BAB 4 HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. HUBUNGAN
INTERNASIONAL
Secara kodrati, manusia
adalah makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai individu
manusia adalah makhluk monodualis yang terdiri
atas jiwa dan raga. Ciri khas adanya manusia adalah eksistensi artinya
keluar dari dirinya sendiri,
tebuka terhadap dunia luar, yaitu mampu mengolahnya secara
kreatif dalam memenuhi
kebutuhannya.
Sebagai makhluk sosial,
manusia membutuhkan manusia
lainnya sehingga terjalin kerja sama, saling membantu,
saling mendukung, memajukan dan mengembangkan untuk kepentingan bersama. Aristoteles menggambarkan
manusia sebagai zoon
politican, yakni makhluk
yang selalu berkeinginan untuk hidup berkelompok dengan sesamanya.
Sebagai makluk ciptaan
Tuhan, manusia dikaruniai akan budi untuk dapat
mengenal, menerima, menghayati, dan mengamalkan ajaran Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Manusia sebagai makluk sosial memerlukan
dan membentuk berbagai
persekutuan hidup untuk menjaga kelangsungannya. Sudah menjadi
sifat alamiah bahwa hidup berkelompoknya manusia hanya akan berlangsung dalam suasana saling menghormati, saling bergantung dan saling bekerja
sama. Hal ini tercantum
dalam alinea I Mukadimah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam ini merupakan
kristalisasi semangat atau tekad bangsa-bangsa di dunia untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai kodrati pemberian Tuhan. Oleh sebab itu, hubungan antara bangsa yang satu dan yang lain wajib saling menghormati, bekerja sama secara
adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa. Hubungan antarbangsa disebut juga dengan hubungan
internasional.
Isi
piagam PBB dapat diambil maknanya sebagai
berikut.
1)
Bangsa-bangsa diharapkan hidup berdampingan secara damai
2)
Bangsa yang satu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada bangsa yang
lainnya.
3)
Bangsa-bangsa tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain
4)
Bangsa-bangsa wajib menghormati kedaulatan negara lainnya
5)
Bangsa-bangsa diharapkan dapat saling menghormati dan berkerja sama atas
dasar
persamaan dan kekeluargaan.
1. Pengertian Hubungan Internasional
Hubungan internasional merupakan kegiatan
interaksi manusia antarbangsa baik secara individual
maupun secara kelompok. Secara sederhana para ahli hukum mengartikan hubungan internasional sebagai
hubungan antarbangsa.
Wujud hubungan internasional dapat berupa hubungan individual, antara kelompok,
antarnegara. Adapun sifat hubungan antarbangsa dapat berupa persahabatan, ataupun permusuhan, persengketaan, dan peperangan.
2. Pola Hubungan Antarbangsa
a. Pola
Penjajahan
Pola hubungan ini timbul sebagai akibat dari perkembangan kapitalisme. Sistem kapitalisme membutuhkan bahan mentah
untuk industri dalam negerinya, sedangkan bahan mentah ada di luar negeri. Oleh sebab itu, timbul keinginan untuk menguasai
wilayah bangsa lain guna mengambil kekayaan bangsa lain. Penguasaan wilayah dalam rangka kekayaan bangsa lain merupakan inti dari kolonialisme dalam sejarah hubungan
antarbangsa.
b.
Pola Hubungan
Ketergantungan
Pola hubungan ini terjadi di antara negara-negara yang belum berkembang
dengan negara maju. Demi menyejahterakan rakyatnya, negara-negara dunia ketiga melakukan pembangunan ekonomi, mengembangkan industri dan bersaing
dengan negara maju di pasar global. Akan tetapi, karena tidak memiliki
modal dan teknologi
untuk melakukan semua itu secara mandiri, timbullah keter- gantungan pada modal dan teknologi negara-negara maju.
c.
Pola Hubungan Sama Derajat Antarbangsa
Dalam pola ini, hubungan
antarbangsa dilakukan dalam rangka kerja sama untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama.
Sila kedua Pancasila menggariskan bahwa hubungan
antarbangsa/antarnegara harus bertolak pada kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang merdeka dan
sama derajatnya. Oleh sebab itu, hubungan
antarbangsa haruslah diwarnai
oleh penghormatan atas kodrat manusia
sebagai makhluk yang sederajat
tanpa memandang ideologi, bentuk negara, dan sistem pemerintahan negara lain tersebut. Melalui
prinsip itu, nasionalisme bangsa Indonesia tidak jatuh ke paham chauvinisme dan kosmopolitisme. Chauvinisme adalah paham yang mengagung- agungkan bangsa sendiri dan memandang
rendah bangsa lain. Kosmopolitisme adalah pandangan yang melihat kosmos
(seluruh dunia) sebagai
polis (negeri) sendiri
sehingga cenderung melupakan nasionalisme yang sehat dan mengabaikan warisan serta tugas terhadap bangsanya sendiri.
Politik luar negeri Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi adalah bebas dan aktif.
Bebas
mengandung arti sebagai berikut.
a. Bangsa Indonesia
bebas bergaul dengan bangsa mana pun juga tanpa
membeda-bedakan ideologi,
bentuk negara, maupun sistem pemerintahan
bangsa lain.
b. Dalam pergaulan
itu bangsa Indonesia tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara lain, begitu
juga sebaliknya negara
lain tidak boleh mencampuri urusan
dalam
negeri bangsa Indonesia.
c.
Dalam pergaulan
itu terjadi upaya saling memberi dan menerima bantuan,
tetapi bantuan
itu tidak boleh mengikat, tidak boleh mengabaikan atau bahkan
menghilangkan kedaulatan negara itu masing-masing.
Aktif mengandung arti sebagai berikut.
a.
Bangsa Indonesia aktif bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia
dalam
mengupayakan terwujudnya perdamaian abadi berdasarkan keadilan
dan kemanusiaan.
b.
Bangsa Indonesia
aktif membela bangsa lain yang terancam
keberadaan dan
kedaulatan negaranya. Campur tangan bangsa Indonesia terhadap
masalah
dalam
negeri negara lain masih dimungkinkan dalam hal-hal khusus, yakni
dalam
hal negara yang bersangkutan terancam keberadaannya oleh pihak lain
atau
terancam oleh tindakan
yang bertentangan dengan prinsip
kemerdekaan
dan
kesamaderajatan manusia.
Dalam menjalankan politik
luar negeri bebas aktif, bangsa
Indonesia menjalin pergaulan/kerja sama internasional yang dipimpin
oleh presiden/kepala negara. Dalam pelaksanaan kerja sama dan hubungan internasional, presiden sebagai kepala negara selain dibantu
oleh departemen luar negeri yang dipimpin
oleh
menteri luar negeri, juga dibantu oleh para duta dan konsul yang diangkat
oleh presiden dan oleh duta dan konsul negara lain yang diterimanya.
Pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta negara lain diatur dalam pasal 13 UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut.
( 1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam
hal mengangkat duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
(3) Presiden menerima
penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
3. Arti Penting Hubungan dan Kerja Sama Internasional
Hubungan internasional pada dasarnya merupakan keinginan antarbangsa untuk bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup. Tuntutan untuk saling memenuhi
kebutuhan itulah yang menyebabkan
manusia saling mengadakan
hubungan dan kerja sama. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hubungan dan kerja sama timbul karena adanya kebutuhan
yang disebabkan, antara lain, oleh pembagian
kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia. Jadi, ada saling
ketergantungan dan membutuhkan antarbangsa.
Hal ini mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap
dan terus-menerus antarbangsa, yang menumbuhkan kesadaran untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut.
Arti
penting hubungan dan kerja sama internasional itu, antara lain
a. menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara,
kelangsungan keberadaan
dan
kehadirannya di tengah bangsa-bangsa lain;
b. membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarbangsa;
c.
berpartisipasi dalam rangka
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
d. membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat dari
pelanggaran atas hak-hak kemerdekaan yang dimiliki;
e.
mencegah dan menyelesaikan
konflik, perselisihan, permusuhan atau
persengketaan yang mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya
kepentingan nasional yang berbeda di antara bangsa dan negara di dunia;
f.
memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil
dengan bangsa lain;
g. mengembangkan cara
penyelesaian masalah
secara damai
melalui
perundingan
dan diplomasi yang lazim ditempuh
oleh negara-negara beradab,
cinta damai, dan berpegang
kepada nilai-nilai etik dalam pergaulan antar
bangsa.
Negara yang tidak mau melakukan hubungan internasional biasanya menjadikan negara tersebut terkucil dari pergaulan internasional dan semakin lama
akan semakin sulit untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
4. Sarana Hubungan Internasional
Menurut J. Frangkel, sarana-sarana yang dapat digunakan oleh negara-negara
dalam hubungan internasional adalah sebagai berikkut.
a. Diplomasi
Diplomasi diperlukan sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam
hubungan antarbangsa. Kata diplomasi
menunjuk pada seluruh kegiatan
untuk melaksanakan
politik luar
negeri suatu
negara dalam hubungannya dengan bangsa dan negara lain.
Menurut Sumarsono Mestoko, diplomasi mencakup kegiatan sebagai
berikut.
1) menentukan tujuan dengan menggunakan
semua daya dan tenaga untuk
mencapai tujuan tersebut,
2) menentukan apakah tujuan nasional
sejalan atau berbeda
dengan kepentingan
bangsa atau negara lain,
3) menyesuaikan kepentingan dari bangsa lain dengan kepentingan nasional
sesuai dengan daya dan tenaga yang ada padanya,
4) menggunakan sarana dan kesempatan
yang ada dengan sebaik-baiknya.
Ada dua instrumen diplomasi, yakni
1)
departemen luar negeri, yang berkedudukan di ibu kota negara pengirim,
2)
perwakilan
diplomatik yang ditetapkan dan berkedudukan di ibu kota negara
penerima.
Departemen luar negeri adalah sentral
dari politik luar negeri. Di departemen luar negeri diolah bahan dari semua sumber
untuk merumuskan langkah-langkah penting dalam hubungan antarbangsa. Perwakilan diplomatik
merupakan ”pancaindra dan penyambung lidah” dari negara yang diwakilinya.
Diplomat memiliki
tiga fungsi dasar
dalam mewakilii
negara dan bangsanya,
yakni sebagai berikut.
1)
Sebagai lambang
Diplomat merupakan lambang dari prestise nasional
di luar negeri.
Di dalam
upacara-upacara resmi seperti resepsi
dan undangan makan
kenegaraan atau
upacara kebesaran
lainnya, seorang diplomat mewakili kepala negara
pengirim.
2)
Sebagai wakil yuridis yang sah menurut
hukum dan hubungan
internasional Seorang diplomat bertindak sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintah. Diplomat dapat membuat dan menandatangani perjanjian yang mengikat secara hukum, mengumumkan pernyataan, dan memiliki wewenang untuk merotasifikasi dokumen atau mengumumkan dokumen yang
telah disahkan oleh negara pengirim.
3) Sebagai perwakilan diplomatik
Diplomat meneruskan
semua keinginan negara pengirim sesuai dengan
kebijakan yang telah
dirumuskan. Diplomat juga harus melaporkan semua
keadaan mengenai politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer ke negara
pengirim. Menurut Suwardi Wiriatmadja tugas pokok para diplomat, antara
lain
a) melaksanakan politik/kebijakan dari negaranya sendiri;
b) melindungi kepentingan negara dan warga negaranya;
c)
memberikan informasi, bahan, bahan keterangan, laporan kepada
pemerintahnya tentang perkembangan-perkembangan penting
di dunia
ini.
Tugas diplomat
dibagi dalam empat
fase pokok dari diplomasi, yaitu sebagai berikut.
(1) Perwakilan
Diplomat adalah wakil resmi negaranya di negara lain. Diplomat merupakan
agen/pejabat komunikasi antara
departemen luar negerinya dan
departemen
luar
negeri dari negara tempat ia berada.
(2) Perundingan
Diplomat merupakan
orang yang melakukan perundingan dalam rangka
merencanakan pelbagai macam persetujuan bilateral dan multilateral yang
dituangkan melalui perjanjian-perjanjian yang bersifat
politik, ekonomi, dan
sosial.
(3) Laporan
Laporan yang dikirimkan oleh para diplomat
dari perwakilan di luar negeri
merupakan bahan untuk menyusun
dan menetapkan politik
luar negeri.
(4) Perlindungan kepentingan bangsa, negara, dan warga negaranya di luar negeri.
Seorang diplomat berusaha untuk membela dan memajukan
kepentingan
negaranya sendiri
b. Propaganda
Propaganda merupakan
usaha sistematis yang digunakan
untuk memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum. Propaganda
berbeda dengan diplomasi dalam dua hal, yakni sebagai berikut.
1. Propaganda lebih ditujukan
pada rakyat negara lain daripada
kepada pemerintahannya;
2. Propaganda dilakukan untuk keuntungan diri sendiri, tidak
ada usaha untuk mencari kompromi antara kepentingan-kepentingan negara yang bersaing, tujuannya benar-benar untuk keuntungan
negara yang melakukan
propaganda itu.
juga dengan
teknik yang berlawanan dengan itu. Teknik ini harus menarik karena masyarakat pada umumnya akan memberikan respon terhadap slogan
yang berisi kata-kata
berharga, seperti perdamaian, toleransi, keadilan, dan hak-hak asasi manusia. Pengaruh propaganda akan bertambah besar melalui penghapusan atau penghalangan sumber-sumber
informasi yang saling bersaing.
c.
Ekonomi
Sarana ekonomi digunakan
secara luas dalam hubungan internasional baik dalam masa damai
maupun masa perang.
Pada tingkat tertentu
semua negara harus terlibat
dalam perdagangan internasional untuk memperoleh barang yang
tidak dapat diproduksi sendiri, sebaliknya mereka juga menjual
barang ke negara lain sehingga mampu membayar
apa yang diimpornya dengan keuntungan dari hasil penjualan
tersebut.
d. Kekuatan Militer
Peralatan militer yang memadai
dapat menambah keyakinan dan stabilitas
untuk
berdiplomasi. Diplomasi tanpa dukungan kekuatan militer yang kuat membuat suatu negara tak memiliki
rasa percaya diri. Mereka tak mampu menghindari tekanan-tekanan dan ancaman-ancaman yang dilancarkan lawan yang dapat mengganggu kepentingan nasionalnya.
Meskipun peralatan kemiliteran dapat digunakan, negara-negara lebih memilih kebijakan
yang bersifat preventif (pencegahan) dalam hubungan
internasional demonstrasi peralatan
militer, termasuk
senjata nuklir, hanya untuk
memperingatkan lawan atau membuat lawan berpikir ulang jika berniat menyerang.
Strategi pencegahan merupakan prioritas dalam menciptakan
stabilitas dan ketertiban internasional. Perang merupakan cara terakhir yang ditempuh jika semua sarana
diplomasi damai gagal dalam memecahkan masalah.
B.
PERJANJIAN ITERNASIONAL
1. Pengertian Perjanjian Internasional
Usaha saling menghormati, berhubungan, bekerja sama, dan hidup berdampingan secara damai antarbangsa tersebut dapat diwujudkan melalui perjanjian internasional. Para ahli memberi definisi yang beragam mengenai
perjanjian internasional.
a. G. Schwarzenberger (1967)
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara subjek-subjek hukum
internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban
yang mengikat dalam
hukum
internasional, dapat berbentuk
bilateral ataupun multilateral.
b. Oppenheim (1996)
Perjanjian internasional merupakan suatu persetujuan antarnegara, yang
menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak.
c.
Mochtar Kusumaatmadja (1982)
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu.
Adapun pengertian perjanjian internasional berdasarkan peraturan
perundang-undangan adalah sebagai
berikut.
a.
Konvensi Wina 1969.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara
atau
lebih
yang bertujuan mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
b.
Konvensi Wina 1986.
Perjanjian internasional adalah persetujuan internasional yang diatur menurut
hukum
internasional dan ditandatangani dalam bentuk tertulis
antara satu
negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi internasional.
c.
UU No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan
luar negeri.
Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun
yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh
pemerintah Republik
Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi
internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan
hak
dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat
hukum
publik.
d.
UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu
yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban
di bidang hukum publik.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan hal sebagai
berikut.
a.
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan kesepakatan atau persetujuan.
b.
Subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional,
terutama negara dan organisasi internasional.
c.
Objek perjanjian internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut
kehidupan masyarakat internasional.
d.
Perjanjian internasional dapat berbentuk tertulis
dan tidak tertulis
e.
Hukum yang mengatur perjanjian
internasional adalah hukum internasional
bukan hukum nasional
Dalam kehidupan masyarakat
internasional, perjanjian internasional mem- punyai fungsi yang tidak dapat diabaikan. Perjanjian internasional merupakan sarana pengembang kerja sama internasional secara damai. Beberapa sengketa
internasional dapat diselesaikan dengan sarana perjanjian internasional.
Dalam praktik hubungan
antarnegara, ada beberapa
istilah yang digunakan untuk menyebut perjanjian internasional, antara lain treaty, konvensi, protokol, dan deklarasi. Istilah itu masing-masing digunakan sesuai dengan petugas yang melaksanakan serta isi dari perjanjian internasional yang bersangkutan. Misalnya,
traty digunakan untuk menyebut persetujuan resmi yang multilateral atau persetujuan yang diterima oleh organ dari suatu organisasi internasional, protokol digunakan untuk menyebut persetujuan yang isinya melengkapi suatu konvensi, deklarasi seringkali digunakan dalam pengertian yang sama dengan treaty.
Pada hakikatnya hukum internasional tidak menuntut bentuk tertentu dari perjanjian
internasional. Bagi hukum internasional isi dan substansi perjanjian internasional lebih penting daripada
bentuknya.
2. Macam-Macam Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional dapat
dibedakan berdasarkan beberapa
kriteria, yakni sebagai berikut.
a.
Jumlah peserta, yaitu jumlah negara yang ikut serta dan mengikatkan diri pada
perjanjian itu, dibedakan
atas dua hal berikut.
1) Perjanjian bilateral
adalah perjanjian yang diadakan
oleh dua negara untuk
mengatur kepentingan kedua belah pihak. Perjanjian
bilateral bersifat
tertutup artinya tidak ada kemungkinan pihak atau negara lain untuk ikut serta dalam perjanjian, misalnya perjanjian antara Republik Indonesia
dan Filipina tentang pemberantasan penyeludupan dan bajak laut, perjanjian antara RI dan Republik Rakyat Cina pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan.
2) Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak
negara untuk mengatur kepentingan
bersama negara-negara peserta perjanjian
tersebut, misalnya konvensi Genewa tahun 1949 tentang
perlindungan korban perang, konvensi Wina tahun 1961 tentang
hubungan diplomatik.
b. Strukturnya dibedakan atas dua hal berikut.
1) Treaty contract
adalah perjanjian
yang hanya menimbulkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian.
Misalnya adalah perjanjian
ekstradisi Indonesia–Malaysia tahun 1974.
Akibat-akibat yang timbul dari perjanjian ini hanya mengikat
Indonesia
dan
Malaysia.
2) Law making treaty adalah perjanjian yang mengandung kaidah hukum yang
dapat berlaku bagi semua bangsa di dunia. Misalnya adalah konvensi
hukum
laut tahun 1958.
c.
Cara berlakunya
dibedakan atas dua hal berikut.
1) Self-executing, adalah
perjanjian internasional yang langsung dapat berlaku
sesudah diratifikasi oleh negara peserta.
2) Non self executing adalah suatu perjanjian internasional yang dapat berlaku
setelah dilakukan perubahan undang-undang di negara peserta.
d. Instrumennya dibedakan atas dua hal berikut.
1) Perjanjian internasional tertulis adalah perjanjian internasional yang
dituangkan
dalam instrumen-instrumen pembentuk perjanjian tertulis dan
formal. Instrumen-instrumen tertulis itu, antara lain treaty, convention,
agreement, arrangement, charter, covenant, statute, constitution, protocol, dan
declaration.
2) Perjanjian internasional lisan, adalah perjanjian internasional yang
diekspresikan melalui instrumen-instrumen tidak tertulis. Jenis-jenis
perjanjian internasional tidak tertulis,
antara lain adalah sebagai berikut.
a) Perjanjian internasional tak tertulis adalah perjanjian internasional
yang dilakukan secara lisan. Artinya, yang diperjanjikan adalah hal-
hal yang disepakati secara lisan. Biasanya hal-hal
tersebut bukanlahhal yang rumit, melainkan materi umum atau hal yang bersifat teknis. Pengaturannya pun bersifat sederhana dan pada umumnya
dibentuk secara bilateral. Perjanjian internasional lisan disebut juga gentlemen
agreements.
b) Deklamasi unilateral atau deklarasi
sepihak, merupakan pernyataan
suatu negara yang disampaikan oleh wakil negara yang bersangkutan dan ditujukan
kepada negara lain. Deklarasi unilateral dapat menimbulkan perjanjian apabila pernyataan itu mengandung
maksud untuk berjanji.
c) Persetujuan diam-diam, disebut juga persetujuan tersimpul. Perjanjian internasional ini dibuat secara tidak tegas. Artinya, keberadaan
perjanjian itu dapat diketahui hanya melalui penyimpulan
suatu tingkah laku, baik aktif maupun pasif, dari suatu negara atau subjek
hukum internasional lainnya.
3) Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional
Ada
variasi pendapat di antara
para ahli tentang
tahap-tahap pembuatan
perjanjian internasional, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa dikenal dua cara
pembentukan perjanjian internasional, yaitu sebagai
berikut.
(1) Perjanjian internasional dibentuk melalui tiga tahap, yaitu
perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.
(2) Perjanjian internasional dibentuk melalui dua tahap, yaitu
perundingan dan penandatanganan.
Cara pertama biasanya diadakan
untuk hal-hal penting yang
memerlukan persetujuan DPR, sedangkan cara kedua dipakai untuk
perjanjian yang tidak begitu penting
dan membutuhkan penyelesaian
yang cepat.
b) Pierre Froymond
menyatakan bahwa terdapat
dua prosedur
pembuatan perjanjian internasional, yaitu sebagai berikut
(1) Prosedur normal (klasik)
adalah prosedur yang mewajibkan
adanya persetujuan parlemen, dengan melalui tahap perundingan,
penandatanganan, persetujuan parlemen, dan ratifikasi.
(2) Prosedur yang disederhanakan adalah prosedur yang tidak
memerlukan persetujuan parlemen dan ratifikasi. Prosedur ini
timbul karena pengaturan hubungan internasional memerlukan
penyelesaian yang lebih cepat.
Dalam pasal 11 ayat (1) UUD 1945 disebutkan
bahwa presiden dengan persetujuan DPR memuat perjanjian dengan negara lain. Jika suatu perjanjian menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat
yang terkait dengan beban keuangan
negara dan/atau menghapuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang, perjanjian tersebut harus dilakukan dengan persetujuan
DPR.
Dalam pasal 4 UU No.24 tahun 2000 disebutkan bahwa pembuatan
perjanjian internasional antara pemerintah RI dan negara lain dan organisasi internasional
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan itikad baik. Dalam pembuatan perjanjian internasional, pemerintah RI berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip saling menguntungkan,
persamaan kedudukan, dan memperhatikan baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
Tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian internasional menurut UU No.24 tahun 2000 adalah
sebagai berikut.
1) Penjajakan
Penjajakan merupakan tahap awal dalam
pembuatan perjanjian internasional
yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang berunding
mengenai kemungkinan
dibuatnya suatu perjanjian
internasional.
2) Perundingan
Pada tahap ini dilakukan
pembahasan isi perjanjian dan masalah-masalah
teknis yang disepakati dalam perjanjian internasional. Dalam perjanjian
bilateral perundingan dilakukan oleh kedua negara, sedangkan dalam
perjanjian multilateral perundingan dilakukan melalui konferensi khusus atau
dalam
sidang organisasi internasional. Penunjukan wakil suatu negara dalam
suatu
perundingan merupakan wewenang
dari negara yang bersangkutan.
Agar tidak terjadi
pengatasnamaan negara secara tidak sah, hukum
internasional membuat
ketentuan tentang surat kuasa penuh yang harus
dimiliki oleh orang-orang
yang mewakili suatu negara
dalam suatu
perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional. Berdasar hukum
internasional tersebut seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara
dengan sah dan dapat mengesahkan naskah suatu perjanjian internasional
atas nama negara itu dan/atau
dapat mengesahkan suatu naskah suatu
perjanjian internasional atas nama negara itu dan/atau dapat mengikatkan
negara itu pada perjanjian internasional apabila ia dapat menunjukkan surat
kuasa penuh, kecuali
semua peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat
kuasa
penuh tidak diperlukan. Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh
tidak berlaku bagi kepala negara,
kepala pemerintahan dan menteri luar
negeri. Hal itu dimungkinkan karena jabatannya dianggap sudah mewakili
negaranya dengan sah dan dapat melakukan
segala tindakan untuk
mengikatkan negaranya pada suatu perjanjian internasional yang diadakan.
Kepala perwakilan diplomatik dan wakil suatu negara yang ditunjuk untuk
mewakili suatu negara
pada konferensi internasional adalah pejabat yang tidak
perlu
memerhatikan surat
kuasa penuh.
3) Perumusan Naskah Perjanjian
Pada
tahap ini rancangan
suatu perjanjian internasional dirumuskan.
4) Penerimaan Naskah Perjanjian
Peneriaman naskah perjanjian merupakan
tindakan untuk menyetujui garis-
garis
besar isi perjanjian. Penerimaan perjanjian akan menghasilkan kerangka
perjanjian, sebelum isi perjanjian dikemukakan secara terperinci. Pada tahap
ini telah ada keterikatan pada peserta perundingan untuk tidak mengubah
lagi
kerangka perjanjian yang sudah ditetapkan.
5) Penandatanganan
Penandatanganan merupakan tahap untuk melegalisasi suatu naskah
perjanjian internasional yang sudah disepakati. Penandatanganan perjanjian
belum berarti
bahwa perjanjian tersebut telah mengikat para pihak. Perjanjian
itu dapat mengikat negera peserta apabila telah dilakukan pengesahan
terhadap perjanjian tersebut.
6) Pengesahan Naskah Perjanjian
Pengesahan naskah perjanjian merupakan perbuatan hukum untuk
mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi,
aksesi, penerimaan, dan persetujuan. Ratifikasi adalah pengesahan suatu
perjanjian internasional oleh negara yang menandatangani perjanjian itu
berdasarkan konstitusi negara yang bersangkutan. Meskipun delegasi dari
negara yang bersangkutan telah menandatangani perjanjian, negara yang
diwakilinya tidak secara otomatis terikat pada perjanjian itu. Negara baru
terikat pada perjanjian itu apabila naskah perjanjian itu diratifikasi. Dasar
adanya pembenaran ratifikasi antara lain adalah bahwa negara berhak
untuk
meninjau kembali hasil perundingan perutusannya sebelum
menerima
kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian internasional yang bersangkutan
dan bahwa negara perlu mengadakan penyesuaian hukum nasionalnya
dengan ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan. Hukum internasional tidak
diwajibkan pada negara yang perutusannya telah menandatangani hasil
perundingan, menurut hukum ataupun moral, untuk meratifikasi perjanjian
tersebut. Tidak adanya kewajiban
tersebut karena negara adalah suatu pihak
yang berdaulat.
Aksesi, adalah pernyataan bahwa negara yang akan mengesahkan suatu
perjanjian tidak turut menandatangani naskah perjanjian tersebut.
Penerimaan dan persetujuan, adalah pernyataan menerima atau menyetujui
dari negara-negara peserta terhadap perjanjian
internasional.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia dilakukan
dengan undang-undang keputusan presiden. Pengesahan
melalui undang-
undang dilakukan
apabila suatu perjanjian
internasional berkenaan dengan
a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara,
b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
RI,
c)
kedaulatan negara,
d) hak
asasi manusia dan lingkungan hidup,
e)
pembentukan kaidah hukum baru, dan
f)
pinjaman atau hibah luar negeri.
Setiap warga negara
yang berdaulat
memiliki kemampuan untuk mengadakan
perjanjian internasional, tetapi dalam negara federal, negara bagian tidak mempunyai wewenang mengadakan perjanjian internasional, kecuali
diberi wewenang oleh konstitusi negara federal.
Pada umumnya pola isi struktur
perjanjian internasional adalah sebagai
berikut.
a) judul
b) preambul (pembukaan)
c) klausul formal
d) pembuktian formal
e) tanda
tangan delegasi
Dalam judul suatu perjanjian internasional dimuat nama convention, treaty,
materi pokoknya (misalnya hubungan diplomatik dan konsuler dan biasa pula disebut nama tempat dilangsungkannya penandatanganan).
Preambul adalah bagian pokok yang memuat antara lain nama para pihak,
tujuan dibuatnya perjanjian
dasar atau alasan para pihak mengadakan
perjanjian, nama dan identitas utusan yang berkuasa penuh.
Klausul substatif merupakan materi pokok perjanjian yang terdiri atas pasal- pasal yang merupakan
bagian terpenting karena
merupakan hukum positif bagi perjanjian internasional.
Klausul formal, bersifat teknis dan mengatur tanggal perjanjian, mulai berlakunya perjanjian, jangka waktu berlakunya perjanjian, ketentuan
berakhirnya, perjanjian, bahasa yang dipakai, penyelesaian sengketa dan revisi perjanjian.
Pembuktian formal merupakan
bagian pembenaran penandatanganan.
Suatu traktat dapat
berakhir karena hal-hal
berikut.
(1)
Tindakan peserta yang disebabkan oleh
(a) kesepakatan para pihak untuk mengakhiri traktat
(b) pengunduran diri salah satu pihak sesuai
dengan ketentuan dalam
klausul.
(2)
Hukum yang disebabkan oleh
(a) salah
satu pihak dalam traktat mengalami
perang
(b) pada
saat traktat berlaku
terdapat perubahan yang berpengaruh pada
isi traktat
(c) traktat yang diadakan pada jangka waktu tertentu
dapat berakhir
dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian itu.
Ketentuan perjanjian internasional yang baru dapat bertentangan dengan ketentuan
perjanjian internasional yang lama. Jika timbul permasalahan, ketentuan
hukum internasional yang manakah yang harus diberlakukan?
Penyelesaian permasalahan tersebut
pada prinsipnya tunduk pada prinsip bahwa ketentuan
hukum yang ditetapkan
belakangan lebih diutamakan
daripada ketentuan hukum yang ditetapkan dahulu, kecuali ketentuan hukum
yang ditetapkan dahulu melarang ditetapkannya ketentuan yang ditetapkan belakangan.
A. Perwakilan Negara di Luar Negeri
Kepala negara dan menteri luar negeri mempunyai
kewenangan bertindak atas nama negara untuk melakukan hubungan
internasional. Akan tetapi,
dalam praktiknya tidak mungkin
keduanya melaksanakan sendiri kewenangan
tersebut. Untuk melakukan hubungan internasional mereka membentuk perwakilan.
Seluruh kegiatan dalam hubungan antarbangsa pada hakikatnya merupakan
diplomasi, yakni usaha memelihara hubungan
antarnegara. Kegiatan diplomasi
dilakukan oleh para diplomat, yakni orang-orang yang menjadi wakil resmi suatu negara dalam hubungan dengan negara lain.
Para diplomat bertanggung jawab untuk mencapai tujuan diplomasi, antara lain adalah sebagai berikut:
1. melindungi para warganya sendiri di luar negeri,
2. merepresentasikan bangsa dan negara sendiri di luar negeri,
3. menyimpulkan dan menyampaikan
informasi yang berguna,
4. membina, menjaga,
dan menyelenggarakan hubungan yang lancar dengan
negara lain,
5. menjaga agar kepentingan negera sendiri tidak dirugikan dalam percaturan
politik internasional.
Alat perlengkapan negara yang diberi wewenang untuk melakukan
hubungan internasional, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Departemen Luar Negeri
Departemen luar negeri merupakan
departemen yang bertanggung jawab atas hubungan suatu negara dengan negara lain dan organisasi internasional.
Departemen luar negeri memiliki fungsi eksekutif,
yakni mengimplementasikan politik luar negeri dan mengelola hubungan internasional. Pada kebanyakan
negara, menteri luar negeri disebut
dengan Minister of Foreign Affairs.
2. Perwakilan Diplomatik
Sebelum abad ke-17 perwakilan
diplomatik bersifat temporer, tetapi
sejak abad 17 perwakilan diplomatik bersifat permanen. Konvensi Wina tahun 1961 tentang hubungan diplomatik merupakan perjanjian internasional yang mengatur hubungan diplomatik antarnegara. Bagi hal-hal yang tidak diatur oleh konvensi itu, tetap berlaku hukum internasional kebiasaan. Korps diplomatik yang ada di suatu negara dipimpin oleh kepala misi diplomatik, yang terbagi
dalam tiga golongan, yakni sebagai berikut.
a.
Duta besar (ambasador, pronuntius), memimpin kedutaan besar, yang ditempatkan di negara yang dinilai
penting atau mempunyai hubungan
yang erat dengan yang menempatkan duta besar di negara pengirim.
Duta besar memiliki kuasa penuh dan luar biasa sehingga ia dapat berhubungan dengan kepala negara tempat ia ditugaskan.
b.
Duta, memimpin
kedutaan di negara
yang derajat keeratan
hubungan antara negara pengirim
dan negara yang saling mengirimkan duta besar sama seperti
duta
besar. Seorang duta juga dapat berhubungan
dengan kepala negara tempat ia ditugaskan.
c.
Kuasa usaha, dikirimkan oleh negara pengirim
kepada menteri luar negeri
negara penerima melalui menteri luar negeri.
Setiap kedutaan dilengkapi
dengan tenaga-tenaga ahli yang disebut atase, yaitu atase perekonomian, atase militer, dan sebagainya. Di samping itu, masih ada staf administrasi, staf teknik, dan staf pelayanan. Perwakilan diplomatik berkedudukan di ibu kota negara penerima atau di kota lain yang disediakan oleh
negara penerima.
Prosedur penunjukan dan penerimaan
perwakilan diplomatik antara lain sebagai berikut.
a.
Menteri luar negeri menunjuk
seseorang yang memenuhi
persyaratan sebagai duta atau duta besar untuk diajukan
kepada presiden untuk mendapatkan
persetujuan.
b.
Apabila presiden menyetujui,
kemudian putusan disampaikan kembali kepada
menteri luar negeri.
c.
Menteri luar negeri memberitahukan kepada negara yang akan menerima untuk mendapatkan persetujuan dari negara penerima.
d.
Negara penerima memberikan persetujuan atau tidak berdasarkan pada riwayat hidup calon dan pertimbangan lainnya yang dipandang
perlu.
e.
Setelah mendapatkan persetujuan, calon kemudian dilantik oleh presiden dan
diberi surat kepercayaan.
f.
Surat kepercayaan diserahkan kepada kepala negara penerima.
g.
Penerima negara tersebut adalah perwakilan diplomatik.
Duta besar dan duta diakreditasi oleh kepala negara,
sedangkan kuasa usaha diakreditasi oleh menteri luar negeri. Untuk melancarkan tugasnya, negara penerima memberikan hak-hak istimewa, kekebalan, dan imunitasi. Begitu pula,
perwakilan asing harus menghormati
hukum nasional
negara penerima.
Adapun tugas-tugas pokok
perwakilan diplomatik antara
lain adalah sebagai berikut.
a. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
b. Berunding dengan negara
penerima.
c.
Mengetahui menurut cara-cara
yang sah keadaan-keadaan dan perkembangan
di
dalam negara penerima, dan melaporkannya kepada pemerintah negara
pengirim.
d. Memajukan hubungan persahabatan di antara negara
pengirim dan penerima,
membangun hubungan-hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmiah.
Untuk melaksanakan tugas pokoknya itu, perwakilan diplomatik mempunyai fungsi-fungsi sebagai
berikut.
a.
Perwakilan diplomat mewakili
negara RI secara keseluruhan di negara penerima atau organisasi.
b.
Perwakilan diplomat melindungi
kepentingan nasional negara dan warga negara RI di negara penerima.
c.
Perwakilan diplomat melaksanakan usaha peningkatan hubungan persa- habatan dan melaksanakan perundingan antara negara RI dengan organisasi internasional serta mengembangkan hubungan di bidang ekonomi, kebu- dayaan dan ilmu pengetahuan.
d.
Perwakilan diplomat
melaksanakan pengamatan, penilaian,
dan penalaran.
e.
Perwakilan diplomat menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan ter-
hadap
warga negara RI yang berada di wilayah kerjanya.
f.
Perwakilan diplomat
menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan,
konsuler, komunikasi, dan persandian.
g.
Perwakilan diplomat melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, ke-
uangan, perlengkapan, dan urusan rumah tangga perwakilan diplomat.
Perwakilan diplomatik
di luar negeri merupakan orang asing di negara
tersebut. Menurut hukum internasional sebagai
orang asing ia harus tunduk pada yurisdiksi negara itu. Namun, sebagai perwakilan diplomatik ia mendapatkan
hak-hak istimewa. Hak istimewa itu antara lain adalah sebagai
berikut.
a.
Kekebalan terhadap
yurisdiksi sipil dan kriminal negara penerima.
b.
Kebebasan terhadap
semua pajak dan bea.
c.
tidak dapat diganggugugatnya pribadi, bangunan arsip dan dokumen
perutusan.
d.
Kebebasan bergerak
dan bepergian serta komunikasi.
Akhir perutusan diplomatik dapat terjadi karena hal-hal berikut.
a. Inisiatif negara pengirim.
b. Inisiatif negara penerima.
c.
Telah diselesainya tujuan perutusan diplomatik
3. Perwakilan Konsuler
Konsul merupakan petugas di wilayah negara lain, tetapi bukan petugas perwakilan diplomatik. Konsul tidak melakukan hubungan
resmi antarnegara. Konsul bertugas
melindungi kepentingan komersial
negara yang menunjukkan- nya. Fungsi perwakilan konsuler secara terperinci
diatur dalam pasal 5 konvensi Wina mengenai
hubungan konsuler dan optimal protokol tahun 1963, antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Melindungi di dalam negara penerima,
kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warga negaranya, individu-individu, dan badan-badan hukum, di dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.
b.
Memajukan pembangunan hubungan dagang, ekonomi, kebudayaan,
dan ilmiah antarkedua negara.
c.
Bertindak sebagai
notaris, dan panitera
sipil dan di dalam kapasitas
dari macam yang sama, serta melakukan
fungsi-fungsi tertentu yang bersifat
administratif, dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan
dari negara penerima.
d.
Mengeluarkan paspor
dan dokumen perjalanan kepada warga negara-negara pengirim dan visa atau dokumen-dokumen yang pantas
untuk orang yang
ingin pergi ke negara pengirim.
Perwakilan konsuler
bukan merupakan pelaksana
politik negara pengirim. Ia tidak memiliki fungsi politik.
Komunikasi konsul dengan negara penerima tidak langsung, melainkan melalui perwakilan diplomatik
tidak secara otomatis memutuskan
hubungan konsuler.
Prosedur pengangkatan konsul antara lain sebagai berikut.
1. Pemerintah negara pengirim
menunjuk seseorang untuk diangkat menjadi
konsul.
2. Penunjukan itu diberitahukan kepada negara penerima dan disertai
permintaan untuk mengeluarkan eksekutor. Hal tersebut dilakukan
dengan
mengirimkan komisi konsuler melalui
saluran diplomatik.
3. Apabila negara penerima menyetujui penunjukan
tersebut, negara penerima
akan mengeluarkan eksekutor konsuler sebagai permulaan tugas konsul.
Apabila kemudian tindakan konsul
tidak memuaskan bagi negara penerima,
negara penerima
dapat memberitahukan kepada negara pengirim bahwa
konsul yang bersangkutan tidak bisa diterima
lagi. Negara pengirim
harus
memanggil konsul tersebut pulang. Jika tidak memanggil
pulang, negara
peneriman akan mencabut eksekutor
konsulernya atau tidak mengakuinya
lagi
sebagai konsul.
Hak istimewa yang dimiliki konsul, antara lain
a.
bebas dari biaya pengadilan,
b.
bebas mengadakan komunikasi dengan warga negaranya di negara
penerima,
c.
kekebalan bagi surat dan arsip resmi konsul,
d. perlindungan keselamatan diri konsul, dan
e.
apabila terdapat tuntutan
tindak pidana ditunda sampai eksekuator
konsulernya dicabut,
atau sudah ditunjuk
penggantinya.
Kantor-kantor konsulat tempat bekerjanya
korps perwakilan, antara lain adalah
a.
kantor konsulat
jenderal (consulate general),
b.
kantor konsulat,
c.
kantor wakil konsulat,
dan
d. kantor perwakilan konsuler.
Golongan kepala kantor konsuler itu adalah sebagai berikut.
a.
Konsul Jenderal, mengepalai kantor konsulat jenderal yang dapat
membawahkan beberapa konsuler.
b.
Konsul, mengepalai kantor konsulat yang membawahkan satu daerah
kekonsulan; seorang konsul diperbantukan kepada konsul jenderal.
c.
Konsul Muda, mengepalai kantor
wakil konsulat yang ada dalam satu
daerah
kekonsulatan; sedangkan konsul muda dapat diperbantukan
kepada konsul jenderal atau konsul.
d. Agen
Konsul, diangkat oleh konsul jenderal
atau konsul dan ditugaskan
menangani beberapa hal tertentu
yang berhubungan dengan
kekonsulan,
biasanya ditempatkan di kota-kota yang termasuk kekonsulan,
e.
Pada umumnya pejabat konsuler tidak berhak melakukan
tugas
diplomatik di negara tempat
ia bertugas. Pejabat konsuler
hanya dapat
melakukan
tugas diplomatik apabila
negaranya tidak
memiliki
perwakilan
diplomatik dan juga tidak diwakili oleh perwakilan diplo-
matik
negara ketiga di negara penerima. Namun, untuk melakukan
perbuatan diplo-matik tersebut diperlukan persetujuan negara penerima
terlebih dahulu.
Berakhirnya tugas konsuler
dapat terjadi karena
a.
tugas pejabat
konsuler tersebut telah selesai,
b.
negara penerima tidak lagi menganggap pejabat konsuler sebagai anggota
kantor konsulat,
c.
negara penerima
menarik kembali eksekuator yang telah diberikannya.
4. Misi Khusus
Misi khusus merupakan
misi sementara yang mewakili negaranya untuk dikirim ke negara lain atas persetujuan
dan bertujuan untuk membicarakan masalah khusus guna melaksanakan tugas khusus yang sifatnya tidak
permanen. Pengiriman
misi khusus mendapat persetujuan negara penerima. Pengiriman
ini melalui saluran
diplomatik atau saluran
lain yang disetujui
bersama antara negara pengirim
dan negara penerima.
Pengiriman misi khusus
tidak bergantung pada ada atau belum adanya hubungan diplomatik ataupun konsuler. Atas dasar persetujuan bersama,
pertemuan misi khusus dapat dilakukan
di negara ketiga. Negara penerima hanya menyelenggarakan keperluan untuk pelaksanaan misi khusus tersebut.
Hak-hak yang dimiliki
oleh misi khusus,
antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Arsip dan dokumen misi khusus kapan pun dan di mana pun adalah kebal,
b.
Misi khusus memperoleh kebebasan
bergerak dan berkomunikasi,
c.
Gedung misi khusus memperoleh pengecualian terhadap
pajak,
d.
Anggota komisi khusus mendapat
kekebalan personal dan mendapatkan
pengecualian terhadap yurisdiksi kriminal,
sipil, dan administrasi,
e.
Anggota komisi khusus dikecualikan dan semua pungutan, pajak dan bea
cukai berkewajiban untuk menghormati hukum dan peraturan negara
penerima tidak mencampuri
urusan domestik negara penerima dan tidak
melakukan aktivitas profesi dan dagang.
5. Perwakilan pada Organisasi Internasional
Perwakilan ini dibedakan
atas perwakilan tetap (bagi negara
anggota) dan perwakilan peninjauan tetap (bagi bukan para anggota). Pemberian
fasilitas, tempat akomodasi dan hak istimewa kekebalan
, serta imunitas
yang dimiliki perwakilan
organisasi internasional sama dengan yang diberikan kepada
misi khusus. Kepala perwakilan atau anggota perwakilan ini tidak boleh melakukan aktivitas
profesional ataupun komersial
di negara tuan rumah.
6. Perwakilan Nondiplomatik
Dalam hubungan internasional negara juga menugaskan petugas dan perwakilan negara yang tidak berkedudukan sebagai perutusan diplomatik dan perwakilan
konsuler, misalnya komisionaris perdagangan. Pengaturan
perwakilan ini belum diatur secara
umum dalam perjanjian internasional. Kedudukan dan hak-hak istimewa perwakilan ini ditetapkan dalam
perjanjian bilateral negara- negara yang bersangkutan.
7. Hak Imunitet/Kekebalan bagi Korps Diplomatik dan Konsuler
Kekebalan diplomatik atau hak imunitet
bagi korps perwakilan diplomatik dan perwakilan
konsuler dijamin dengan hukum internasional yang pada intinya meliputi hal-hal berikut.
a.
Hak Eksterioritas, adalah hak kekebalan dalam daerah perwakilan, misalnya daerah kedutaan
besar atau daerah kedutaan, termasuk halaman dan bangunan-bangunannya yang terdapat bendera dan lambang negara itu. Menurut hukum internasional daerah tersebut dipandang sebagai daerah negara pengirim sehingga orang-orang yang masuk tanpa izin dapat dikeluarkan. Gedung perwakilan negara asing tidak dapat dimasuki atau digeledah oleh polisi dan petugas kehakiman
tanpa izin kepala perwakilan diplomatik yang bersangkutan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pelaku
kejahatan yang memang harus diserahkan kepada polisi setempat.
b. Hak Kebebasan/Kekebalan
Setiap anggota korps perwakilan diplomatik meskipun harus tunduk
kepada
hukum setempat,
tidak dapat dituntut di muka pengadilan. Mereka juga
dibebaskan
dari pajak dan bea cukai, pemeriksaan atas tas diplomatik, mendirikan tempat ibadah di dalam lingkungan kedutaan.
Secara terperinci, hak kekebalan korps perwakilan konsuler
dapat dipelajari dalam konvensi Wina tentang hubungan
diplomatik dan protokol tahun 1961, dan hak-hak kekebalan
korps perwakilan konsuler dapat dipelajari dalam konvensi Wina tentang hubungan konsuler
dan protokol opsional
tahun 1963.