Standar Kompetensi
3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.
Kompetensi Dasar
3.1. Medeskripsikan pengertian, fungsi dan peran srta perkembangan pers di Indonesia.
3.2. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggungjawab sesuai kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
3.3. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
I. PENGERTIAN PERS
A. Istilah pers berasal dari kata persen
bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti menekan yang
merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
B. Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak buku atau
surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat kabar dan
majalah yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat
kabaran.
C. Menurut UU No. 40 tahun 1999
tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
II. FUNGSI PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai berikut :
A. Sebagai Media Informasi,
ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa
yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar
karena memerlukan informasi.
B. Fungsi Pendidikan,
ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat
bertambah pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Menghibur,
ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki
silang, pojok, dan karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
E. Sebagai Lembaga Ekonomi,
yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat
memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers
sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil
prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.
III. PERANAN PERS
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adal;ah sebagai berikut :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2. Menegakkan nilai-nilai dasar
demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia,
serta menhormati kebhinekaan.
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA
A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Penjajah Belanda sangat
mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indonesia, karena
itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers
Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi. Menuru Suruhum
pemerintah mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda mengeluarkan atruan
yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau
majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian belanda juga
mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi
pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan
perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah
Nederland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah
kelompok penduduk Hindia Belanda.
Demikian halnya pada pendudukan Jepang
yang totaliter dan pasistis, dimana orang-orang surat kabar (pers)
Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan
dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, politik.
Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
1. Pengalaman yang diperoleh para
karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam penggunaan alat cetak
yang canggih ketimbang Zaman belanda.
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh sumber-sumber resmi Jepang.
B. Di Masa Orde Lama
Pers di masa demokrasi liberal
(1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS 1949 dan
UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai
dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD
Sementara 1950. Awl pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak
membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional.
Pers di masa demokrasi terpimpin
(1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung yaitu
pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita
Indonesia dan Sin Po di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers
tercermin dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang
menyatakan …..Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif
seluruh bangsadalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir,
menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin
UUD 1945 harus ada batasnya yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa,
moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME.
C. PERS DI MASA ORDE BARU
Pada awal kepemimpinan orde baru
menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti
dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua
tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut
sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia
dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah
pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur
aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa kebebasan ini berlangsung selama
delapan tahun disebabkan terjadinya pristiwa malari (Lima Belas Januari
1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa
malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas. Pers pasca
peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa,
pemerintah atau negara. Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial
disaat itu. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi
politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan
partai politik.
D. PERS DI ERA REFORMASI
Kalngan pers kembali bernafas lega karena
pmerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia
dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan
tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara
(pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran,
pembreidelan, dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak
tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara
menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur
apabila demimkepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang
dinyatakan oleh pengadilan.
V. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK
A. Landasan Hukum Pers Indonesia
1. Pasal 28 UUD 1945,
berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-Undang.
2. Pasal28 F UUD 1945,
berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21 yang bebunyi :
-Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
-Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :
-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
-Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :
-Pasal 2 berbunyi
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.
B. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun
1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan Pers yang
independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah :
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan
mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang
berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
7. Memfasilitasi organisasi-organisasi
pers dalam menyususn peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas
profesi kewartawanan.
8. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).
C. ANGGOTA DEWAN PERS
Keangotaan dewan pers terdiri dari :
1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan
2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.
3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh arganisasi perusahaan pers;
4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.
5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.
6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.
D. LANDASAN PERS NASIONAL :
1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945
3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.
4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik
6. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.
VI. KEBEBASAN PERS
Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru sehingga rawan gangguan. Secara umum ada dua macam gangguan :
1. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka dengan adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan pers.
2. Penyalahgunaan kebebasan pers
yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang dimilikinya untuk
melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan
peranan yang diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi
wartwan adalah kebebasan pers itu sendiri.
Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya pengendalian kebebasan pers, yaitu :
a. Distorsi peraturan perundang-undangan,
contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah sangat jelas menjamin kebebasan
pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar dapat
malakukan perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncul UU No.
21 tahun 1982 tentang pokok pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat
Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri penerangan dapat
membatalkan SIUPP walaupun tidak menggunakan istilah breidel.
b. Perilaku Aparat,
yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan teguran
tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah,
kekerasan fisik pada wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh
wartawan.
c. Pengadilan Massa,
Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat menimbulkan
pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror,
penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.
d. Perilaku pers sendiri,
perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang
berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming
keuntungan yang lebih besar.
Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti
penyajian berita atau informasi yang tidak akurat, tidak objektif,
bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan
kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi
kekerasan, dll.
VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS
1.Teori pers otoritarian :
Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari pada
kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara
adalah hal yang sangat penting yang dapat membuat manusia menjadi
manusia seutuhnya anpa Negara manusia menjadi primitif tidak mencapai
tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat penguasa untuk
menyampaikan keinginannya kepada rakyat.
Prinsip-prinsipnya :
a. Media selamanya tunduk pada penguasa
b. Sensor dibenarkan tak dapat diterima.
c. Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya d. Wartawan tidak memiliki kebebasannya
2. Teori Pers Libertarian :
Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penyalur hati nurani
rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan
pemerintah. Pers berhadapan dengan pemerintah Pers bukanlah alat
kekuasaan pemerintah. Teori ini menganggab sensor sebagai hal yang
Inkonstitusional.
Tugas-tugasnya :
a. Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)
b. Melayani kehidupan politik
c. Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)
d. Menjaga hak warga Negara (control social)
e. Memberi hiburan.
Ciri-cirinya :
a. Publikasi bebas dari penyensoran
b.Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian
c. Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana
d.Tidak adak kewajiban untuk
mempublikasikan segala hal
. e. Publikasi
kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang
menyangkut opini dan keyakinan.
f. Tidak ada batas hukum dalam mencari berita
g. Wartawan mempunyai otonomi professional.
3. Pers Tanggung Jawab Sosial,
mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan tanggung jawab
kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar moral, etika
dan hati nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai
tanggung jawab kepada masyarakat.
4. Teori Pers komunis,
menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang berkuasa dan
bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah :
a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.
b. Media tidak dimiliki secara pribadi.
c. Masyarakat berhak melakukan sensor.
VIII. KODE ETIK JURNALISTIK
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi,
dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi
dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu,
wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung
jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam
melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak
asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka
untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan
memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan
Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas
serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan
menaati Kode Etik Jurnalisti:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran :
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan
suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari
pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa
pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi
dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini
berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa
interpretasi wartawan atas fakta.
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto,
gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan
nafsu birahi.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum
informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak
untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan
narasumbernya.
“Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta
yang merugikan nama baiknya.
Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun
tentang orang lain.
Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
semester 6 tentang per masih masuk gak pak..
BalasHapus